Jumat, 11 Maret 2011

Pendidikan Bangsa : sudah maju apa belon???

Alkisah disuatu saat dikelas...
Budi : “woy dul, ngapein lu bengong aje? Kayak mujair lu monyong mulu, hehe”
Adul : “ah, ngagetin gw aja lu bud, kalo gw jantungan mati lo mau tanggung jawab?”
Budi : “ah lebay lu, mang apa sih yang lu bengongin? Hari-hari ni keliatannya lu lesu banget?
Adul : “ah, ga ada apa-apa sob, cuman ada sedikit masalah aja”
Budi : “apaan yang ga pa pa, sedikit masalah bengong mpe kayak mo mati, udahlah cerita aje ma gua, siapa tau gua bisa bantu”
Adul : “huuuuuft, yah gini bud, kita kan mo ujian nih ya, mau ga mau ya pasti mau lah kita harus lulus, masalahnya, gua ga punya buku buat belajar, lu tau ndiri kan ekonomi keluarga gua, lagian sekolah kita terpencil banget, informasi masih susah masuk, perpustakaan juga terbatas, sedangkan standar kelulusan tinggi banget, makanya gua bingung sob”
Budi : “ya juga sih, tapi lu ga usah mikirin itu lah, lu kan bisa kerumah gua belajar bareng, kalo lu mau, lu bisa aja pinjem buku gua, asal lu balikin, gimana?
Adul : “ah serius lu?”
Budi : “serius bin mampus, ya elah”
Adul : “wah makasih ye, tapi gimana cara gua bales lu?”
Budi : “ah lu, mikirin amat sih, santae aja napa, ya udah begini aja, lu kan pinter nih, juara kelas mulu, nah lu ajarin gua, karena ada beberapa hal yang gua kurang ngerti, palagi mati matian eh matematika tuh”
Adul : “wokeeeeeh coy, seplah, beruntung gua punya sohib kayak lo, jadi gimana nih, kapan gua bisa kerumah lo?”
Budi : “serah lu mo kapan, gua dirumah mulu juga, dikurung gara-gara mo ujian gini, eh tp sekali kali bawa si hanah ye, hehe”
Adul : “wew, anjrit lu, lu ngincer adik gua ye, awas lu ngapa2in dia”
Budi : “ya elah dul, ga pa pa kan kita sohiban juga, hahahahahaha”
Adul : “haha hehe, pokonya awas lu kalo maenin adik gua”
Budi : “jiahahahahah, besok adek lo gua lamar, kabooooor” (lari ngibrit)
Adul : “eh apa lu bilang, parah lu sini pala lu gua jitak” (mengejar dengan birahi)
Kursi : “zzz, abis didudukin ditinggalin, sampah makanan kaga dibersihin, ckckck Asu”

The End
Begitulah cerita suatu kisah kisanak...
Jadi, apa yang dapat kita tarik dari dialog dua remaja tersebut?
Persahabatan? Semangat belajar?
Itu hal postifnya, tetapi selain itu ada hal lain yang dapat kita tarik, yang akan jadi tema posting ini,
Yaitu :
ADA APA DENGAN PENDIDIKAN BANGSA
(disingkat AADPB)

Dapat dilihat, Adul yang bengong nyaris kesambet, mikirin bagaimana dia bisa belajar, sedangkan buku aja ga punya, kalo cuman ngandelin catetan, belum tentu bisa berhasil, karena bukan ga mungkin kalo yang dia catet nyimpang dengan apa yang ada di buku.
Pendidikan yang masih belum merata ke semua daerah, timpangnya sistem pendidikan kota dibandingkan dengan sistem pendidikan desa, materi kurikulum semakin berat, biaya tetap amahal, bahkan didesa sekalipun, akan tetapi standar kelulusan tetap diberlakukan untuk semua daerah dan masih tetap tinggi, itu semua hanya sebagian kecil dari masalah pendidikan bangsa kita, Indonesia Raya, belum lagi masalah lain, contohnya, beban remaja yang semakin berat akan semua hal yang disebutkan diatas, belum lagi masalah dirumah masing-masing, ketidak harmonisan dalam keluarga, serta beban “harus berhasil” yang dipaku dipunggung mereka, tanpa dibarengi dengan bimbingan moral dan kelembutan kehangatan yang seharusnya ada dalam keluarga, menjadikan mental mereka terkikis dan akhirnya mencari pelampiasan, alhasil? Yah menjadi masalah sosial baru lagi, yaitu : kenakalan remaja.
Tawuran, Konsumsi alkohol dan obat terlarang, semakin menjerumuskan mereka ke beban yang tak pernah terbayangkan dalam ceria mereka dikala kecil
Lalu bukannya membela mereka dan mengembalikan hak mereka untuk dibimbing, orang-orang malah dengan pongahnya mengutuk perbuatan mereka, menjadikan mereka tersangka, bukan korban, dan membuat pandangan yang keliru dimasyarakat:generasi muda saat ini ancur bin bobrok,
Tidakkah mereka sadar, siapakah yang membuat mereka menjadi bobrok kalo bukan sang pendidik sendiri?
Sekali lagi dipertanyakan, sang generasi kah yang bobrok, atau pendidikan yang diberikan pada mereka?
19 juni 2008, Seorang siswi kelas tiga Sekolah Menengah Kejuruan Negeri 1 Waingapu, Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur, belum lama ini, nekat mengakhiri hidup karena tidak lulus ujian nasional. Adriana Kambida Nendir bunuh diri dengan meminum obat malaria dalam dosis berlebih. Diduga Adriana kecewa karena dua kali gagal dalam ujian nasional.
Lalu, 26 desember 2010.
Wahyu Ningsih (19 tahun), siswi sebuah SMKN di Muaro Jambi tewas menelan racun jamur tanaman. Padahal Ia adalah peraih nilai ujian nasional tertinggi di sekolahnya untuk mata pelajaran Bahasa Indonesia. Dalam SMS yang dikirim sebelum menelan racun, gadis itu mengaku sangat syok karena amplop berisi keterangan kelulusan menyebutkan bahwa ia harus mengulang tes Matematika pada bulan Mei nanti.
Sadar tak sadar, para orang tua telah mebantai anak mereka sendiri...
Usia ini adalah yang paling kritis dan labil, sedikit goncangan akan berakibat fatal, bisa dibilang, usia ini adalah usia awal perkembangan pandangan hidup manusia, disinilah arti “hidup” dimulai.
Untuk itu, usia ini perlu diarahkan, tetapi bagaimana caranya? Apakah harus memakai cara menekan? Bukankah itu sama saja “mengunci” kreativitas kami?
Apakah tak ada cara lain?
Itu adalah salah satu “soal” dar Pekerjaan Rumah yang harus diselesaikan oleh para orang yang menyebut diri mereka PENDIDIK.

Masalah “kecil” lainnya adalah, jika diatas adalah bagi siswa yang dapat bersekolah, depresi karena tekanan dari berbagai arah, dan melakukan pelampiasan, maka masalah selanjutnya dalah : Biaya
Yah biaya, jika anda berkenan, keluarlah dari rumah, lalu berjalan-jalan ditengah kota, lewati sekolah-sekolah elite, murid-murid berseliweran, riang gembira.
Lalu berjalanalah sedikit lagi, sampai anda menemui satu gang kecil saja, masu7kilah, dan lihatlah lagi banyak anak berseliweran, lalu tanyalah pada mereka mo kemana, kalo tidak mengamen ato tga mencari belas kasihan dari orang, atau kasarnya mengemis.
(Seandainya anda tersentuh, potretlah dan pergi ke istana para pejabat, letakan itu didepan hidung mereka)
Lalu dimana bukti dari program pemerintah, untuk mengratiskan sekolah selama 9 tahun?
Oke, taruhlah mereka bersekolah karena mereka beruntung hidup dizaman yang mewajibkan pendidikan bagi semua kalangan, sekolah gratis, tapi gratis yang bagaimanakah?
Gratis versi Rakyat, atau versi Pemerintah?
Saya masih ingat, ketika masih duduk dibangku Sekolah Dasar dulu, semua murid diharuskan membeli buku dan pakaian kepada guru, tentu, dengan harga yang timpang dengan harga dipasar.
Ternyata hal itu berlanjut hingga sekarang, tak jarang, sekolah menwajibkan siswanya untuk membeli LKS.
Itu baru sekelas “wajib belajar 9 tahun”, lalu bagaimana dengan 10 tahun keatas?
Masihkah gratis? Bukankah zaman telah mebuktikan, bahwa hanya bisa “membaca” dan “menulis” bukanlah bekal yang cukup untuk menempuh hidup keras seperti sekarang ini?
Bagi orang yang mempunyai budget, hal itu bukanlah hal sulit, mereka bisa dengan mudah memberikan pendidikan yang terbaik bagi anak-anak mereka, bahkan hingga kuliah, kalau perlu bikin perusahaan sendiri, ckckck
Tapi bagaimana dengan para Orang Tua yang hanya memiliki gaji <500rb perbulan? atau bahkan yang pengangguran?
bukankah anak mereka juga mempunyai hak yang sama untuk mengecap pendidikan yang berkualitas, sama dengan anak-anak yang lain?
Haruskah cita-cita mereka kandas hanya karena persoalan rupiah? Jadi sekali lagi, dimanakah letak gratis sebenarnya, dimankah letak pendidikan untuk semua kalangan, dimanakah letak memajukan pendidkan bangsa, wahai pak Menteri.
Memang tak mudah, tapi juga tidak ada yang tidak mungkin,
Satu lagi Pekerjaan Rumah buat Departemen Pendidikan...

Serius amat masbro/mbabro bacanya,
Tapi yah, itulah segudang unek saya tentang pendidikan bangsa, dengan berbagai referensi, dari hasil kajian di internet, dan blog lain yang menyinggung hal yang sama, yaitu : Pendidikan Bangsa
Dari masalah Standar Kelulusan, hingga Biaya dan bunuh diri para siswa de el el, sepertinya masalah Bangsa tak pernah habis-habi9snya, itu baru dari sektor Pendidikan.
Lalu kenapa para pejabat dengan santainya bilang, peningkatan telah terjadi di berbagai sektor?
Oke, memang telah meningkat, tapi sampai situ sajakah? Apakah puas hanya dengan itu?
Mari kita pikirkan di –bukan hanya di otak, tapi dengan hati masing-masing juga-,
Benarkah pendidikan bangsaku sudah lebih baik? Kalo ya, yang bagaimana? Kalo tidak, bagaimana cara meningkatkannya? Atau yang lebih penting, bagaimana memulainya? Lebih lanjut lagi, bagaimana “benar-benar” meningkatkan dan juga mempertahankannya?


Yah, oke break dulu, sampai diposting berikutnya, capek juga yeee,
Hehe, wassalam
Piss love and kayang


Kamis, 10 Maret 2011

Awal dari sebuah Permulaan

Hufffftt, akhirnya ni blog baru ada postingannya juga, yaaaah meski ga mutu biarin laaaaah, kan yang penting ada itung2 buat ngawalin ini blog baru.
Sebenarnya ni blog baru bukan berarti saya belum pernah ngeblog, blog saya yang satunya adalah sanulsyufi.wordpress.com
Tetapi meski begitu, tetep aja saya masih berjiwa newbie, jadi maklumin gan, hehe
Jadi, pertanyaannya kenapa saya buat blog lagi? Wong blog yang satunya aja kaga keurus, usang gitu, buang buang email banget, kenapa ga lanjutin blog yang satunya lagi gan?
Yo wessss, tahan dulu cangkem mu, dengerin dulu ceritaku mabro...
sanulsyufi.wordpress.com saya buat selain sebagai blog pribadi juga untuk memenuhi tugas dari dosen seperti penulisan-penulisan dan segudang tugas lainnya, blog itu juga memuat tentang hal lain yaitu game de el el, kalo mo tahu kunjungin aja sanulsyufi.wordpress.com kalo mau sih gan
tapi kunjungin dong...(sungkem)
Lalu blog ini buat apaan dong? Buat hura-hura ga jelas? Buat mabuk-mabukan? Ato bikin usaha kredit? Tunggu, itu semua kan kalo ada duit banyak ya, ckckck
Begini mas ceritanya, diceritaken di suatu tempat di gramedia(mo cerita jaman doeloe neh mas), ada seorang remaja kuper yang selalu bawa tas kesana kemari, dicurigain karyawan gramedia karena sering ngunjungin tapi jarang beli, membaca suat buku yang menarik perhatiannya, buku itu buku komik, yah mang seperti remaja kayak umumnya yang hobinya naruto, one piece, Eyeshield 21 de el el, tapi komik buka sembarang komik...
Komik itu adalah kumpulan komik opini berjudul “Hidup itu Indah” terbitan Cendana Art Media karya Aji Prasetyo, seorang musisi dan juga Ilustrator lepas, didalamnya adalah ilustrasi yang mengangkat masalah sosial Bangsa Indonesia, dari sudut pandang seorang Aji Prasetyo, yang mengkritik sekaligus menggelitik, tajam sekaligus bikin ngakak.
Terus apa hubungannya ma dibuatnya blog ini?
Begini masbro/mbakbro, setelah membaca habis komik opini tersebut, saya berpikir, “ternyata, tak hanya saya yang berpikir seperti ini” berpikir seperti apa yang saya maksudkan? Yaitu mengenai masalah bangsa : kebobrokan moral, pembohongan publik, maraknya anarkisme bedasarkan agama dan lain-lain(selengkapnya bisa anda baca sendiri komiknya).
Jadi saya pun tergelitik untuk membebaskan kegelisahan hati saya seperti halnya mas Aji, akan tetapi karena saya kurang liahi bikin komik(baca : ga niat), maka saya tuangkan dalam tulisan, dan untuk menyampaikannya ke publik, saya membuat blog ini, selain untuk berpendapat, juga ada beberapa teman yang saya ajak bergabung untuk mengisi blog ini,barang tentu ada agan2 sekalian yang juga mo berpendapat, kita bisa sharing, saling komentar, n terjadilah sebuah forum sosial, untuk membahas permasalahan yang ada,cara menyelesaikannya, dan bagaimana memulainya, n de el el(sorry, udah banyak de el el di entry ini, hehe).
Begitulah ceritanya masbro/mbakbro, ceritanya npa ane buat blog ini, n mudahan aja lancar, untuk memulainya mari mengucapkan kalimat basmalah, Bismillah.
Capek yak? Sama dong, hehe
Dah pada capek ntar jadi bosen, nah daripada begitu, ya udah mari kita mulai aja, tapi berhubung saya belum dapat tema, kita tutup aja dulu ni entry n mikir tema awal,
Salah khilaf mohon dimaafkan, guyonan gayus tapi maknyus mohon diterima, yah yah yah?

Our Country is a Democracy, Right???